Denpasar – Usai polisi membuka police line dari Adara Villas di Jalan Toyaning II Nomor 14, Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Made Dwi Yoga Satria (43) memasang gembok di pintu vila miliknya.
“Namun setelah kami memasang, pihak terlapor juga ikut-ikutan memasang gembok berisi rantai di pintu vila,” terang Made Dwi Yoga saat ditemui, Kamis (25/4/2024) di Denpasar.
Pria asal Denpasar ini mengatakan, sebelumnya penyidik dari Polresta Denpasar mendatangi Adara Villas untuk membuka police line.
Serta melakukan penyitaan atas barang bukti berupa rumah kunci dan anak kunci yang semula telah dipasang, Rabu (25/4/2024) sekitar pukul 17.30 Wita.
Hal itu berdasarkan laporan polisi dengan nomor laporan : LP/B/213/XII/2023/SPKT/POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI atas nama pelapor Made Dwi Yoga Satria.
Namun MC selaku kuasa hukum ARS warga negara Amerika Serikat yang berstatus sebagai terlapor menghalang-halangi Made Yoga serta 7 orang kuasa hukumnya masuk jalan menuju bangunan vila.
MC juga seolah sengaja membuat blokade berupa penjagaan oleh beberapa orang yang mengganggu fungsi jalan tersebut sebagai fasilitas umum.
Situasi semakin memanas ketika beberapa orang yang ditengarai sebagai petugas keamanan vila melakukan aksi premanisme dengan ikut melarang seluruh tim kuasa hukum Made masuk melewati jalan menuju vilanya.
“Hal ini disaksikan langsung oleh tiga orang petugas kepolisian dari Polresta Denpasar yang hendak membuka police line,” tuturnya.
Ia menyebut, setelah dibukanya police line berakibat tidak adanya kunci atas bangunan vila sehingga pintu tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan dalam keadaan terbuka tanpa adanya kepastian yang jelas terkait status kunci atas pintu.
Hal tersebut menyebabkan dirinya khawatir terjadi tindak pidana dari pihak terlapor, seperti yang pernah dilakukan sebagaimana dimaksud dalam laporan polisi tersebut di atas;
Made mengungkapkan, aksi premanisme oleh petugas keamanan vila berlangsung hingga hari ini, di mana Babinsa setempat serta Pawas kepolisian Sektor Kuta Selatan juga sempat melihat.
“Hal ini tentunya menimbulkan kekecewaan dari kami sebagai pelapor, karena pihak kepolisian tidak bertindak tegas dan cenderung membenarkan aksi premanisme tersebut,” ujarnya.
Made menambahkan, pihaknya pun memilih jalan dengan memohon bantuan dan perlindungan hukum dari Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Denpasar.
Agar proses hukum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga hak-haknya sebagai warga masyarakat mendapat perlindungan hukum.
“Langkah ini kami ambil karena ada kesan penyidik Kepolisian Resor Kota Denpasar melindungi pihak-pihak yang bersalah,” ujarnya.