KitaIndonesia.Com – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dirjenpas Kemenkumaham) Republik Indonesia meluncurkan standar dan modul perlakuan anak kasus terorisme.
Dengan adanya standar perlakuan terhadap anak, anak binaan, klien anak kasus terorisme akan memudahkan dalam melakukan pendekatan dan strategi dalam proses pembinaan dan pembimbingan.
Plt. Dirjenpas Reynhard Silitonga mengatakan, anak berkonflik dengan hukum (ABH) membutuhkan penanganan lebih spesial karena mereka sebenarnya bukanlah pelaku tindak pidana tetapi bagian dari korban kondisi dan situasi global saat ini.
“Anak bukanlah pelaku terorisme melainkan korban yang perlu dilindungi secara hukum dan memerlukan pendampingan oleh aparat penegak hukum, termasuk petugas Pemasyarakatan,” ucapnya, Rabu (12/6/2024).
Dirinya menambahkan, dengan adanya standar dan modul perlakuan kasus anak terorisme, mereka akan mendapatkan perlindungan hak-haknya serta terjadi perubahan sikap dan perilaku yang lebih terbuka, toleran dan moderat.
Sementara Direktur Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan Pujo Harinto mengatakan, dalam beberapa aksi terorisme, anak-anak ikut menjadi korban karena “dilibatkan” sehingga mereka menjadi ABH.
Sayangnya, aturan hukum yang ada sebelumnya melalui Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-172.PK.01.06 Tahun 2015 tentang Standar Pembinaan Narapidana Teroris tidak mengatur secara spesifik untuk Anak Kasus Terorisme.
Hal inilah yang menjadi latar belakang penyusunan Standar dan Modul Perlakuan Anak Kasus Terorisme.
“Pemerintah dan berbagai pihak terkait didorong untuk memperkuat upaya deradikalisasi yang menimpa anak kasus terorisme. Pendekatan-pendekatan yang digunakan harus bersifat personal dan spesifik, sesuai tingkat trauma dan dalamnya doktrin yang diterima,” terang Pujo.
Di lokasi yang sama Direktur Eksekutif YPP, Taufik Andrie menjelaskan standar dan modul ini merupakan hasil dari proses pembahasan panjang sejak pandemi Covid-19.
Sebagai salah satu lembaga yang memiliki pengalaman atas pendampingan terhadap ABH, termasuk kasus terorisme, YYP berharap standar dan modul ini akan ditindaklanjuti dengan pelatihan teknis untuk meningkatkan kemampuan serta kinerja petugas.
“Harapannya standar dan modul ini bisa secara produktif dan strategis membantu kerja-kerja baik yang selama ini sudah dilakukan oleh petugas di LPKA dan LPAS, yang kemudian akan mentransformasi kapasitasnya menjadi lebih produktif dan memberikan kontribusi bagi penanganan anak kasus terorisme di Indonesia,” ujarnya.
Deputy Team Leader AIPJ2, Peter Riddell-Carre dalam pelucuran mengungkapkan rasa bangganya dengan kolaborasi YPP dan Ditjenpas yang telah menghasilkan modul dan standar.
Hasil kolaborasi tersebut akan membekali petugas Pemasyarakatan dalam menangani anak terkait tindak pidana terorisme dan mendukung mereka untuk siap kembali ke tengah-tengah masyarakat.
“Anak-anak ini juga berisiko terkena dampak negatif dari hukuman dan stigma yang terus berlanjut. Jadi, lingkungan yang aman juga sangat penting untuk mengakhiri siklus kekerasan dan memenuhi hak-hak mereka sebagai anak. Dukungan pembinaan dan pengawasan terhadap anak oleh petugas Pemasyarakatan pun menjadi sangat penting,” ucap Peter.